0
Degradasi Lingkungan Hidup
Posted by Unknown
on
15.26
Shalom, Hallo para pembaca sekarang saya akan share tulisan dari teman saya Gita .L. Barande mengenai Degradasi Lingkungan Hidup, Hmmm.. ini sebenarnya tugas kelompok kami, hehe.. tapi yang punya kontribusi besar membuat tulisan ini menjadi sebuah bacaan yang layak untuk dibaca adalah dia *gita* ^.^. Thankz Giiittt ... well, semoga tulisan ini berkenan ya buat teman-teman semua. Maaf kalau ada salah penulisan maupun perbedaan pendapat, karena kita tahu setiap orang punya pemikiran dan pendapat masing-masing..oke ^.^. selamat membaca. God Bless U..
Pengertian
Degradasi Lingkungan
Kerusakan LH
mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang sangat besar seperti
pemiskinan lahan (melalui erosi), sumber air tanah yang menipis, hilangnya
habitat alami dan berubahnya pola iklim baik setempat (iklim mikro) maupun
iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang konsepsional sejumlah dampak
negatif tersebut di atas, berbarengan dengan perubahan waktu, akan
berjalan/berproses bersamaan secara sinergis sehingga menimbulkan bencana
alam/lingkungan yang dahsyat dan akan berjalan secara akseleratif (berlipat
ganda semakin cepat)
Dalam
persoalan lingkungan hidup, manusia mempunyai peranan yang sangat penting.
Karena pengelolaan lingkungan hidup itu sendiri pada akhirnya ditujukan buat
keberlangsungan manusia di bumi ini. Permasalahan lingkungan misalnya adanya
degradasi. Degradasi adalah penurunan atau kemerosotan mutu tanah akibat
perilaku manusia atau aktivitas alam, sehingga kondisi tanah lebih buruk
dibanding sebelumnya. Lingkungan hidup adalah sistem yang
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perilaku kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya
(Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996). Elemen-elemen yang membentuk
lingkungan hidup meliputi makluk hidup (manusia, tumbuhan, binatang dan
mikroorganisme), batuan, air, atmosfer, daratan dan fenomena alam yang terjadi
di wilayah tersebut.
Masalah lingkungan hidup yang
terjadi sebagai dampak dari aktivitas manusia yang meliputi masalah perusakan
lingkungan hidup akibat pembangunan gedung, penebangan hutan, kepunahan spesies
flora dan fauna karena kerusakan habitat dan perburuan, polusi air dan udara
akibat limbah industri, penghancuran terumbu karang, pembuangan sampah tanpa
pengelolaan, penipisan lapisan ozon, polusi udara di kota, dan pemanasan
global.
Degradasi tanah dapat
meliputi aspek fisik, kimiawi, dan biologi tanah (Chen, 1998). Sedangkan faktor-faktor
yang menyebabkan degradasi adalah berkurang dan hilangnya nutrisi, dan erosi
tanah (IBSRAM, 1994, dalam Chen, 1998). Sebagai salah satu faktor penyebab
degradasi, erosi tanah oleh air dan angin merupakan bentuk terpenting dari
degradasi (Chen, 1998). Menurut Suripin (2001), erosi tanah merupakan suatu
proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan
oleh pergerakan air maupun angin. Limpasan permukaan sebagai faktor pemicu
utama erosi, pada akhirnya berakibat pada terjadinya degradasi lahan. Degradasi
lingkungan adalah kerusakan sebagai akibat pengambilan dan pemanfaatan sumber
daya alam secara berlebihan di luar ambang batas atau yang sudah dijelakan diawal tadi, degradasi
lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak berfungsinya
secara baik komponen-komponen lingkungan sebagaimana mestinya.
Latar Belakang
terjadinya Degradasi Lingkungan
Beberapa indikator mengenai
terjadinya degradasi LH ini dapat kita perhatikan dari uraian berikut ini :
- Degradasi Sumber Daya Tanah/Lahan.. Beberapa indikator kerusakan tanah/lahan :
a)
Semakin
banyak dan meluasnya lubang-lubang bekas galian mineral tambang atau bekas
galian tanah untuk pembuatan “bata” dan genting yang dibiarkan tanpa upaya
reklamasi.
b)
Semakin
luasnya areal semak-semak belukar dan tanah gundul bekas penebangan hutan
ilegal dan peladangan bakar yang tidak dihijaukan kembali.
c)
Semakin
menurunnya tingkat kesuburan tanah/lahan untuk budidaya pertanian, karena
siklus pemanfaatan lahan yang terlalu intensif tanpa upaya penyuburan kembali
(refertilization).
d)
Semakin
banyaknya terjadi tanah longsor di wilayah pegunungan/perbukitan, dan tanah
terbuka bekas penggalian tambang permukaan (emas, timah, batubara dan
lain-lain).
e)
Semakin
bertambahnya areal lahan kritis akibat dibiarkan begitu saja dan terbakar
setiap tahun.
- Degradasi Sumber Daya Air.
a)
Semakin
kecilnya debit air sungai dari tahun ke tahun.
b)
Semakin
besarnya perbedaan debit air sungai pada musim hujan dengan musim kemarau.
c)
Semakin
dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur penduduk di daerah
ketinggian.
d)
Adanya
penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota pantai/pesisir.
e)
Semakin
kecilnya “Catchment Water Areas” (daya serap lahan terhadap curahan air hujan).
f)
Semakin
tingginya pencemaran air sungai (terutama sungai-sungai di Pulau Jawa).
- Sumber Daya Flora dan Fauna.
a)
Semakin
menyempitnya luas areal hutan lindung/hutan alami sebagai akibat “illegal
logging”, (pencurian kayu) terutama di Pulau Jawa.
b)
Semakin
luasnya HPH dan HTI yang kurang diimbangi dengan upaya reboisasi yang berhasil
(karena seringnya dimanipulasi).
c)
Semakin
maraknya pertanian ilegal di kawasan tanah/hutan negara akibat desakan
kebutuhan penduduk miskin, terutama di pulau Jawa.
d)
Semakin
berkurangnya keragaman/jumlah “species” tumbuhan dan hewan liar, karena banyak
yang telah punah sebagai akibat kebakaran hutan dan perburuan hewan yang sering
terjadi.
Adapun latar belakang lain
terjadinya Degradasi Lingkungan yang bersifat langsung dan tidak langsung.
Dimana Faktor penyebab tidak langsung merupakan penyebab yang sangat dominan
terhadap kerusakan lingkungan, sedangkan yang bersifat langsung, terbatas pada
ulah penduduk setempat yang terpaksa mengeksploitasi hutan/lingkungan secara
berlebihan karena desakan kebutuhan.
Faktor penyebab tersebut berikut
ini bersifat tidak langsung.
- Pertambahan Penduduk. Penduduk yang bertambah terus setiap tahun menghendaki penyediaan sejumlah kebutuhan atas “pangan, sandang dan papan (rumah)”. Sementara itu ruang muka bumi tempat manusia mencari nafkah tidak bertambah luas. Perluasan lapangan usaha itulah yang pada gilirannya menyebabkan eksploitasi lingkungan secara berlebihan dan atau secara liar.
- Kebijakan Pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah yang berdampak negatif terhadap LH. Sejak tahun 1970, pembangunan Indonesia dititikberatkan pada pembangunan industri yang berbasis pada pembangunan pertanian yang menyokong industri. Keinginan pemerintah Orde Baru saat itu yang segera ingin mewujudkan Indonesia sebagai negara industri, telah menyebabkan rakyat miskin mayoritas penduduk (terutama yang tidak memiliki lahan yang cukup) hanya menjadi “penonton” pembangunan. Bahkan sebagian dari mereka kehilangan mata pencarian sebagai buruh tani dan nelayan karena masuknya teknologi di bidang pertanian dan perikanan. Mereka ini karena terpaksa menggarap tanah negara secara liar di daerah pesisir hingga pegunungan.
- Dampak Industrialisasi. Dalam proses industrialisasi ini antara lain termasuk industri perkayuan, perumahan/real estate dan industri kertas. Ketiga industri tersebut di atas memerlukan kayu dalam jumlah yang besar sebagai bahan bakunya. Inilah awal mula eksploitasi kayu di hutan-hutan, yang melibatkan banyak kalangan terlibat di dalamnya. Keuntungan yang demikian besar dalam bisnis perkayuan telah mengundang banyak pengusaha besar terjun di bidang ini. Namun, sangat disayangkan karena sulitnya pengawasan, banyak aturan di bidang pengusahaan hutan ini yang dilanggar yang pada gilirannya berkembang menjadi semacam “mafia” perkayuan. Semua ini terjadi karena ada jaringan kolusi yang rapi antara pengusaha, oknum birokrasi dan oknum keamanan. Sementara itu penduduk setempat yang perduli hutan tidak berdaya menghadapinnya. Akibat lebih lanjut penduduk setempat yang semula peduli dan mencintai hutan serta memiliki sikap moral yang tinggi terhadap lingkungan menjadi frustasi, bahkan kemudian sebagian dari mereka turut terlibat dalam proses “illegal logging” tersebut. Masalah tersebut di atas di era pemerintahan Orde Reformasi sekarang ini masih terus berlanjut, bahkan semakin marak dan melibatkan sejumlah pihak yang lebih banyak dibandingkan dengan era Orde Baru. Uang yang berlimpah dari keuntungan illegal logging ini telah membutakan mata hati/dan moral oknum-oknum birokrat dan penegak hukum yang terlibat atas betapa pentingnya manfaat hutan dan lingkungan hidup yang lestari, untuk kehidupan semua makhluk, khususnya manusia generasi sekarang dan yang akan datang.
- Reboisasi dan Reklamasi yang Gagal. Upaya reboisasi hutan yang telah ditebang dan reklamasi lubang/tanah terbuka bekas galian tambang sangat minim hasilnya karena prosesnya memerlukan waktu puluhan tahun dan dananya tidak mencukupi karena banyak disalahgunakan (dikorupsi). Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan dan kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan hidup, baik di kalangan pejabat maupun warga masyarakat sangat rendah. Kebakaran hutan reboisasi diduga ada unsur kesengajaan untuk mengelabui reboisasi yang tidak sesuai ketentuan (manipulasi reboisasi).
- Meningkatnya Penduduk Miskin dan Pengangguran. Bertambah banyaknya penduduk miskin dan pengangguran sebagai akibat dari pemulihan krisis ekonomi yang hingga kini belum berhasil serta adanya kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak populis seperti penghilangan subsidi untuk sebagian kebutuhan pokok rakyat, peningkatan tarif BMM, listrik, telepon dan lain-lain, merupakan faktor pemicu sekaligus pemacu perusakan lingkungan oleh penduduk miskin di pedesaan. Gejala ini juga dimanfaatkan oleh para spekulan penduduk kota untuk bekerja sama dengan penduduk miskin pedesaan. Sebagai contoh mengalirnya kayu jati hasil penebangan liar dari hutan negara/perhutani ke industri meubelair di kota-kota besar di Pulau Jawa, sebagai satu bukti dalam hal ini. Peningkatan jumlah penduduk miskin dan pengangguran diperkirakan akan memperbesar dan mempercepat kerusakan hutan/lingkungan yang makin parah. Hal ini merupakan lampu merah bagi masa depan generasi kita.
- Lemahnya Penegakan Hukum. Sudah banyak peraturan perundangan yang telah dibuat berkenaan dengan pengelolaan lingkungan dan khususnya hutan, namun implementasinya di lapangan seakan-akan tidak tampak, karena memang faktanya apa yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Lemah dan tidak jalannya sangsi atas pelanggaran dalam setiap peraturan yang ada memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran. Di pihak lain disinyalir adanya aparat penegak hukum yang terlibat dalam sindikat/mafia perkayuan dan pertambangan telah melemahkan proses peradilan atas para penjahat lingkungan, sehingga mengesankan peradilan masalah lingkungan seperti sandiwara belaka. Namun di atas itu semua lemahnya penegakan hukum sebagai akibat rendahnya komitmen dan kredibilitas moral aparat penegak hukum merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap semakin maraknya perusakan hutan/lingkungan.
- Kesadaran Masyarakat yang Rendah. Kesadaran sebagian besar warga masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian lingkungan/hutan merupakan satu hal yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat atas degradasi lingkungan yang semakin intensif. Rendahnya kesadaran masyarakat ini disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai. Oleh karena itu, kini sudah saatnya pengetahuan tentang lingkungan hidup dikembangkan sedemikian rupa dan menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah umum mulai dari tingkat SD. Hal ini dipandang penting, karena kurangnya pengetahuan masyarakat atas fungsi dan manfaat lingkungan hidup telah menyebabkan pula rendahnya disiplin masyarakat dalam memperlakukan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah iptek lingkungan hidup.
- Pencemaran Lingkungan.
Pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah maupun udara justru di
era reformasi ini terutama di Pulau Jawa semakin memprihatinkan. Disiplin
masyarakat kota dalam mengelola sampah secara benar semakin menurun.
Banyak onggokan sampah bukan pada tempatnya. Para pelaku industri
berdasarkan hasil penelitian tidak ada yang mengelola sampah industri
dengan baik. Sebanyak 50% dari 85 perusahaan hanya mengelola sampah
berdasarkan ketentuan minimum. Sebanyak 22 perusahaan (25%) mengelola
sampah tidak sesuai ketentuan bahkan ada 4 perusahaan belum mengendalikan
pencemaran dari pabriknya sama sekali.
Pencemaran udara semakin meningkat tajam di kota-kota besar, metropolitan dan kawasan industri. Gas buangan (CO2) dari kendaraan yang lalu lalang semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah kendaraan itu sendiri. Dengan diproduksinya kendaraan murah (Toyota Avanza dan Xenia) yang dijual secara kredit, akan menambah lonjakan jumlah kendaraan, hal ini akan menambah kemacetan lalu lintas di kota besar. Dampaknya akan terjadi lonjakan tingkat pencemaran udara yang luar biasa.
Dampak dari Degradasi Lingkunga
Hidup
Pembangunan ekonomi merupakan
upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Melalui pertumbuhan ekonomi
diharapkan tercipta kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas. Namun,
pertumbuhan ekonomi bukan tidak memiliki eksternalitas negatif. Eksploitasi sumberdaya
alam akan memperngaruhi keseimbangan lingkungan. Emisi yang dihasilkan dari
kegiatan ekonomi dapat mencemari lingkungan. Sejumlah penelitian telah
menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan dan
berbagai hasil telah diperoleh, termasuk dalam beberapa kasus bukti dari
hubungan terbalik-U yang dikenal dengan konsep Environmental Kuznets Curve
(EKC) yang diciptakan oleh Kuznets. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis dampak pertumbuhan dan keterbukaan ekonomi terhadap degradasi
lingkungan yang ditinjau melalui gas rumah kaca. Dalam menganalisis dampak
tersebut menggunakan pendekatan model Environmental Kuznet Kurve (EKC) yang
diciptakan oleh Kuznet. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari Word Development Indicator (WDI) dan Emission
Database for Global Atmospheric Reasearch (EDGAR). Data sekunder yang diperoleh
berupa data GDP per kapita, perdagangan, dan emisi gas rumah kaca (CO2, CH4,
dan N2O) yang meliputi data kuantitatif pada rentang waktu antara tahun
1981-2008 dari 20 negara yaitu Amerika, Inggris, Italia, Perancis, Jepang,
Malaysia, Afrika Selatan, Argentina, Cina, Brazil, India, Indonesia, Nigeria,
Pilipina, Tonga, Uganda, Comoros, Liberia, Malawi dan Zimbabwe. Metode analisis
yang digunakan adalah panel data dengan pendekatan Fixed Effect dengan
pembobotan Cross section SUR. Hasil analisis menunjukan adanya hubungan
signifikan membentuk EKC model untuk Emisi CH4, namun untuk kasus emisi CO2 dan
N2O, pertumbuhan dan keterbukaan ekonomi pada jangka panjang mengarah pada
peningkatan emisi yang dihasilkan berbentuk kurva-U. Berdasarkan hasil
penelitian yang didapat, untuk mengurangi laju emisi gas rumah kaca perlu
adanya evaluasi terhadap program Carbon Trade dan kebijakan perdagangan yang
telah disepakati antar negara. Penerapan pajak emisi yang lebih agresif dirasa
perlu untuk mengawal pertumbuhan ekonomi demi menjaga kualitas lingkungan tidak
lupa dengan pemberlakuan sanksi yang tegas untuk setiap pelanggaran.
Cara Mengatasi Degradasi
lingkungan
Beberapa upaya yang dapat
ditempuh adalah :
1.
Sosialisasi
pentingnya pengetahuan tentang lingkungan hidup yang lestari dan bahaya
kerusakan lingkungan. Untuk itu dapat dibuat suatu buku mengenai hal tersebut
yang disusun secara sederhana, praktis, mudah difahami oleh siapa saja. Ada
baiknya buku itu seperti berbentuk komik bergambar yang
menceritakan/menggambarkan suatu tragedi yang diakibatkan oleh perusakan hutan
misalnya. Bisa juga berupa selebaran yang secara kronologis menggambarkan
tragedi tersebut untuk dipasang/ditempel di tempat umum seperti terminal,
stasiun dan lain-lain.
2.
Menyusun
peraturan perundang-undangan seperti penguatan dan pengayaan (Repowerring and
Enrichment) peraturan/UU yang sudah ada. Peraturan perundang-undangan yang
telah ada dirasakan masih kurang dan perlu direvisi. Diperlukan peraturan
jabaran seperti PP, Keppres, Permen/Kepmen dan Perda sampai ke petunjuk
pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), untuk petugas lapangan.
3.
Mereformasi
Sisdiknas yang dapat menghasilkan “SDM Siap Pakai” dan mengembangkan pendidikan
“Vocational”. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas yang perlu dikembangkan
adalah pendidikan keterampilan kerja berupa pendidikan kejuruan (Dikjur) dan
kursus-kursus keterampilan. Namun agar diperhatikan bahwa dikjur dan kursus
keterampilan itu harus sesuai dengan potensi sumber daya yang ada di setiap
daerah. Termasuk di dalamnya adalah pendidikan keterampilan pengelolaan sumber
daya laut yang potensinya begitu besar.
4.
Pemberian
sangsi hukum yang berat dan tegas tanpa pandang bulu kepada para penjahat
lingkungan. Peraturan yang ada sekarang mengenai pengelolaan lingkungan hidup
(UU No.23/1997) belum memuat sangsi hukum yang jelas dan tegas terhadap pelaku
pelanggaran dan kejahatan lingkungan. Dikarenakan lingkungan merupakan sistem
yang komplek yang menyangkut sejumlah komponen, seperti flora, fauna, lahan,
perairan dan lain-lain, dalam penanganannya menghendaki sistem peradilan adhoc
(melibatkan ahli dari berbagai bidang terkait). Patokan penjahat lingkungan
yang telah terbukti bersalah melalui proses peradilan yang terbuka dan
transparan, perlu di-ekspose dalam berbagai bentuk mass media, untuk memberikan
“Shock Therapy” kepada para pelaku/calon pelaku kejahatan lingkungan.
5.
Perlunya
ada “statement” dan komitmen politik dari pemerintah yang menyatakan bahwa para
pelaku kejahatan lingkungan sebagai pelaku kejahatan luar biasa yang harus
diperangi bersama. Hal itu dapat diwujudkan dalam bentuk pengeluaran kebijakan
yang sangat ketat dalam eksploitasi sumber daya alam (SDA), sangat hati-hati
dalam memberikan ijin pengelolaan SDA di dalam hutan lindung. Pemerintah juga
tidak sembarangan memberi ijin untuk suatu kegiatan/usaha yang akan memberikan
akses dan dampak kerusakan lingkungan yang besar dan meluas, (mempunyai efek
bola salju).